Posts

Durma (Bagian 3) - Point

Image
"Point!" Wasit meneriakkan tambahan angka. "Hayuu! Hayuu! Hayuu!" Terdengar satu nama dielu-elukan. "Ra sopan! Mbak Hayu!" tegur sebuah suara. "Biarin. Suka-suka!" sahut suara yang lain. "Hayuuuu!" Merapi masih berselimut kabut. Namun, pagi itu satu tanah lapang di lerengnya sudah ramai. Ada pertandingan final bola voli putri antara RT 2 Dukuh Tengah dan RT 1 Dukuh Wetan dalam rangka perayaan Hari Kemerdekaan. Set pertama dimenangkan Dukuh Wetan. Kedudukan berimbang pada babak kedua. Rubber set dan Dukuh Tengah sementara memimpin perolehan angka. Match point untuk Hayu dan teman-teman. Selanjutnya Hayu bersiap untuk servis. Sambil memegang bola, gadis yang terbalut celana training warna hitam dan kaus merah itu, berjalan keluar dari garis batas belakang. "Ayu ne!" seloroh penonton di pinggir lapangan. Pandangan mata mereka tertuju pada sang bunga desa. "Awas! Dikeplak Mas Wisnu lho!&quo

Durma (Bagian 2) - Pindah

Image
"Pindah? Selo?" Miranti terkejut. Priyo mengangguk, tanpa berani menatap lawan bicaranya. "Lihat aku, Mas!" Laki-laki itu mendongak. "Apa maksud Mas dengan ucapan itu? Jelaskan!" Miranti mendesak suaminya. "Ranti, aku tidak cocok hidup di kota. Beberapa tahun ini rasanya tersiksa," keluh Priyo. "Jadi menurut Mas, pernikahan kita ini siksaan?" "Bukan. Bukan begitu maksudku," ucap Priyo. Laki-laki itu mencoba menjelaskan permasalahan yang dia hadapi kepada istrinya. "Lingkungannya. Aku kurang sreg. Hidup di kota seperti ikan dipisahkan dari air," tutur Priyo, "Udara di Selo membuat aku bisa bernapas lega. Tidak kemrungsung." "Kamu hanya memikirkan kepentinganmu sendiri. Egois!" bentak Miranti. Braak. Pintu kamar menjadi sasaran amarah Miranti. Pembicaraan suami istri yang tinggal di Badran Solo itu selesai. Buntu. Priyo mendesah. Bakalan panjang urusannya, kalau

Durma Bagian 1 - Senja

Image
"Nem. Sinem!" Suara melengking memecah kesunyian. Tampak seorang perempuan berumur, sedang mondar-mandir di tengah ruangan dengan napas memburu. Sinem, pemilik nama yang dipanggil tergopoh-gopoh menghampiri Juragannya yang terlihat gelisah. "Wonten dawuh, Den." "Hayu. Hayu di mana?" tanyanya perempuan yang dipanggil Den itu. "Di nggandok tidak ada?" Perempuan bernama Sinem itu balik bertanya. "Kalau ada aku tidak tanya to, Nem! Jiaan, kamu itu bikin aku tambah emosi saja!" gerutunya. "Mohon maaf, Den putri," ucap Sinem sambil menunduk. "Kalau cucuku nggak ketemu, kamu tak kremus!" Sinem semakin menunduk. Dia merasa bersalah, karena terlena menjaga Hayu, cucu semata wayang Juragan Broto. "Hayu tidak mungkin berani keluar sendiri," ucap Juragan putri, "ayo kita cari keluar, Nem!" "Bawa senter, buat jaga-jaga. Sebelum Priyo dan Juragan kakung pulang, Hayu harus ket